Oktober 17, 2008

Kenang - Kenangan Hidup >> Part 6b

Malam itu, kali pertama saya menjadi manusia seutuhnya, belajar bertanggung jawab dan berperang.
Ketika fatwa itu keluar, semua wanita dikumpulkan di tengah masjid, diluar berkumpul semua laki-laki tua dan muda, bersenjatakan apa saja dan siap berperang.
Waktu itu saya memegang senjata berupa tombak besi, dan berpatroli keliling kota.
Kadang harus berhadap-hadapan dengan segerombolan orang, bertempur tanpa rasa takut mati, karena Ibu-Ibu kami telah mengikhlaskan kami mati di jalan ALLAH.
Setiap hari satu demi satu teman mati syahid, kering rasanya air mata ini menangis kehilangan.
Pagi tadi kita baru shalat bersama, sahur bersama, siangnya sudah terdengar dia gugur di medan perang.
Ada yang siangnya baru berpelukan dan bersalaman.
Sejam kemudian dia mati dipelukan karena kehabisan darah karena tombak yang bersarang dipunggungnya.

Pada waktu itu, yang ada dalam pikiran saya hanyalah bertahan dan berjuang.
Bukankah ini adalah kesempatan syahid di Jalan ALLAH ?
Semua teman-teman saya ketika dikuburkan tak lagi dimandikan, karena ALLAH telah memberikan mereka syurga.
Dan saya melihat jelas, betapa syuhada itu mati dengan tersenyum, seakan-akan mereka telah melihat syurga seperti yang dijanjikan ALLAH.
Setiap kembali ke masjid, saya lihat Ibu dalam keadaan berdoa, ruku dan sujud.
Beliau selalu memberikan semangat untuk tidak pernah takut! JANGAN TAKUT REF !
Bukankah ganjarannya sangat setimpal dijanjikan ALLAH ?
Jangan pikirkan Mama karena Demi ALLAH ! Mama sangat ikhlas.
Tak ada cita-cita yang lebih tinggi kecuali mati sebagai seorang syahid.
Lalu adakah yang lebih mulia dari itu ?
Pada hari itu saya berbicara di hadapan ALLAH, bahwa jiwa dan raga saya telah saya pasrahkan padaNYA.
Sejak itulah hampir setiap hari saya maju ke medan perang, bertempur membela keyakinan yang saya yakini.
Namun ada sebuah catatan yang hingga kini masih tertoreh di hati, bahwa saya tidak pernah membenci manusia kecuali karena perilakunya.
Dan saya tidak pernah membenci orang karena agamanya, karena sedari dulu saya tahu bahwa semua agama itu baik.
Jadi perilaku seseorang tidak bisa diidentikkan dengan agama yang dia anut. Apa buktinya ?
Ketika terjebak di rumah keluarga besan, kami dilindungi oleh Kaum Kristen, Selamatnya adik saya juga karena dilindungi oleh sekelompok pemuda kristen bahkan mereka mengantarkan adik saya ke masjid, dan yang ketiga ayah saya di Tawiri yang notabene satu-satunya muslim di desa itu jiwa dan hartanya dijaga oleh Kalangan Kristen.
Jadi apakah agama bisa mewakili perilaku ?
Mungkin tidak sepenuhnya benar.
Bersambung


Fr: eri (uje_jamaah@yahoogroups.com)



Tidak ada komentar: